Demo Tolak Impor Sampah di Depan Dubes AS

Sejumah warga saat melakukan aksi demo menolak impor sampah di depan kantor Dubes Amerika Serikat, Jakarta, Jumat (19/7/2019).
Aksi unjuk rasa dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap impor sampah yang dilakukan Amerika Serikat.
Para demonstran membawa sejumlah atribut serta bendera Merah Putih.
Sejumlah poster juga dipamerkan selama aksi unjuk rasa berlangsung.
Belum lama ini masyarakat dunia dikejutkan oleh berita mengenai adanya pengiriman kontainer berisi sampah plastik.
Kegiatan pengiriman sampah plastik antarnegara ini merupakan fenomena baru yang sangat memprihatinkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pengelolaan sampah plastik menjadi permasalahan besar tidak hanya negara-negara berkembang, tetapi juga negara-negara maju, sehingga perdagangan ekspor dan impor sampah plastik dari suatu negara ke negara lain mulai bermunculan. 
Belum lama ini pun, Indonesia telah mengirim balik sampah sebanyak 49 kontainer dengan menggunakan kapal laut ke Amerika Serikat, Jerman, Prancis dan Hong Kong. Dalam kontainer tersebut adalah limbah plastik yang tidak bisa didaur ulang dan limbah B3.
Keputusan Cina di tahun 2018 untuk melarang impor limbah plastik membuat daur ulang global menjadi kacau dan membuat negara-negara maju berjuang untuk menemukan tempat untuk mengirim limbah mereka.
Sejak saat itu, sampah dalam jumlah besar telah dialihkan ke Asia Tenggara, tetapi penentangan terhadap penanganan sampah ekspor semakin meningkat di wilayah ini.
Selain Indonesia, pada bulan Mei Malaysia mengirimkan 450 ton limbah plastik impor ke negara asal, termasuk Australia, Bangladesh, Kanada, Cina, Jepang, Arab Saudi dan Amerika Serikat. Sementara itu, Filipina mengembalikan sekitar 69 kontainer sampah ke Kanada bulan lalu.
Sejumah warga saat melakukan aksi demo menolak impor sampah di depan kantor Dubes Amerika Serikat, Jakarta, Jumat (19/7/2019).
Aksi unjuk rasa dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap impor sampah yang dilakukan Amerika Serikat.
Para demonstran membawa sejumlah atribut serta bendera Merah Putih.
Sejumlah poster juga dipamerkan selama aksi unjuk rasa berlangsung.
Belum lama ini masyarakat dunia dikejutkan oleh berita mengenai adanya pengiriman kontainer berisi sampah plastik.
Kegiatan pengiriman sampah plastik antarnegara ini merupakan fenomena baru yang sangat memprihatinkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pengelolaan sampah plastik menjadi permasalahan besar tidak hanya negara-negara berkembang, tetapi juga negara-negara maju, sehingga perdagangan ekspor dan impor sampah plastik dari suatu negara ke negara lain mulai bermunculan. 
Belum lama ini pun, Indonesia telah mengirim balik sampah sebanyak 49 kontainer dengan menggunakan kapal laut ke Amerika Serikat, Jerman, Prancis dan Hong Kong. Dalam kontainer tersebut adalah limbah plastik yang tidak bisa didaur ulang dan limbah B3.
Keputusan Cina di tahun 2018 untuk melarang impor limbah plastik membuat daur ulang global menjadi kacau dan membuat negara-negara maju berjuang untuk menemukan tempat untuk mengirim limbah mereka.
Sejak saat itu, sampah dalam jumlah besar telah dialihkan ke Asia Tenggara, tetapi penentangan terhadap penanganan sampah ekspor semakin meningkat di wilayah ini.
Selain Indonesia, pada bulan Mei Malaysia mengirimkan 450 ton limbah plastik impor ke negara asal, termasuk Australia, Bangladesh, Kanada, Cina, Jepang, Arab Saudi dan Amerika Serikat. Sementara itu, Filipina mengembalikan sekitar 69 kontainer sampah ke Kanada bulan lalu.