Mantan anggota DPR Eni Maulani Saragih dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Eni diyakini jaksa KPK bersalah menerima uang suap Rp 4,75 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Jaksa KPK Lie Putra Setiawan saat membacakan surat tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (6/2/2019), menyatakan terdakwa Eni Maulani Saragih terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Eni diyakni bersalah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Uang suap dimaksud agar Eni membantu Kotjo mendapat proyek di PLN. Proyek itu sedianya ditangani PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) dengan Blackgold Natural Resources Ltd (BNR) dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC Ltd). Kotjo merupakan pemilik BNR yang mengajak perusahaan asal China yaitu CHEC Ltd untuk menggarap proyek itu.
Jaksa mengatakan, Kotjo meminta bantuan Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar untuk mendapat akses dengan PLN demi melancarkan bisnisnya. Kotjo dan Novanto memang sebelumnya disebutkan merupakan kawan lama. Novanto pun mempertemukan Kotjo dengan Eni sebagai anggota DPR yang membidangi energi, riset, teknologi, dan lingkungan hidup.
Setelah Novanto terjerat kasus proyek e-KTP, Eni melaporkan perkembangan proyek PLTU Riau-1 kepada Plt Ketum Partai Golkar Idrus Marham. Ketika itu Idrus yang menjabat Sekjen Golkar menggantikan Novanto selaku Ketum Golkar saat itu.
Jaksa mengatakan Eni mendapat perintah dari Idrus agar meminta uang kepada Kotjo untuk kepentingan Golkar. Eni pun mengirim pesan singkat via WhatsApp ke Kotjo berisi permintaan uang USD 3 juta dan SGD 400 ribu. Komunikasi itu berlanjut dengan pertemuan langsung antara Eni, Idrus, dan Kotjo.
Selain itu, jaksa menyakini Eni bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu. Uang itu diterima Eni dari sejumlah direktur dan pemilik perusahaan di bidang minyak dan gas (migas).