Kisah Kakek Zahri, Hidup Digubuk Sampah Selama 17 Tahun

Muhamad Zahri yang merupakan warga jalan Sersan Anwar, Kelurahan Bagan Pete, Kecamatan Alam Barajo, kota Jambi ini, kini masih harus berjuang keras di usianya yang tidaklah lagi muda.
Demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, ia masih bekerja keras mencari uang dengan menjadi pemulung sampah, yang penghasilanya tidaklah menentu. Selain harus memulung, ternyata kondisi rumah kakek ini sangat tidak layak.
 
Ia tinggal di tempat pembuangan sampah yang tak jauh berada di pinggiran jalan. Hampir 17 tahun lamanya si kakek bertahan hidup di gubuk renyok dengan ukuran 2×3 itu.
Tidak hanya sendirian, gubuk renyok beratap seng bekas, berbahan baku kayu yang telah usang dan bertutupan kain lusuh dipinggiran gubuk itulah tempat kakek dan keluarganya harus beristirahat.
Namun, bagaimana mungkin dengan ukuran yang sekecil itu, dirinya dapat tinggal bersama keluarganya tersebut. Tetapi itu semua dapat terjadi.
M. Zahri sepertinya memang pantas disebut dengan panggilan si kakek tua yang pantang putus asa. Dengan kondisi hidup yang serba kekurangan bersama istrinya dan satu orang anak laki-lakinya itu. Zahri masih sanggup membiayai anaknya sekolah.
Muhamad Zahri yang merupakan warga jalan Sersan Anwar, Kelurahan Bagan Pete, Kecamatan Alam Barajo, kota Jambi ini, kini masih harus berjuang keras di usianya yang tidaklah lagi muda.
Demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, ia masih bekerja keras mencari uang dengan menjadi pemulung sampah, yang penghasilanya tidaklah menentu. Selain harus memulung, ternyata kondisi rumah kakek ini sangat tidak layak. 
Ia tinggal di tempat pembuangan sampah yang tak jauh berada di pinggiran jalan. Hampir 17 tahun lamanya si kakek bertahan hidup di gubuk renyok dengan ukuran 2×3 itu.
Tidak hanya sendirian, gubuk renyok beratap seng bekas, berbahan baku kayu yang telah usang dan bertutupan kain lusuh dipinggiran gubuk itulah tempat kakek dan keluarganya harus beristirahat.
Namun, bagaimana mungkin dengan ukuran yang sekecil itu, dirinya dapat tinggal bersama keluarganya tersebut. Tetapi itu semua dapat terjadi.
M. Zahri sepertinya memang pantas disebut dengan panggilan si kakek tua yang pantang putus asa. Dengan kondisi hidup yang serba kekurangan bersama istrinya dan satu orang anak laki-lakinya itu. Zahri masih sanggup membiayai anaknya sekolah.