Miris! Begini Potret Anak-anak Imigran Afghanistan di Kalideres

Begini salah satu potret kehidupan anak-anak imigran asal Afghanistan yang terpaksa harus tidur di atas trotoar di kawasan Kalideres, Jakarta, Jumat (23/2/2018).
Mereka terpaksa hidup di pinggir jalan karena rumah detensi imigrasi (rudenim) di Indonesia yang jumlahnya sangat terbatas sehingga tak bisa lagi menampung semua pencari suaka.
Sejumlah anak-anak imigran ini menghabiskan waktu sehari-hari di pinggir jalan.
Para pencari suaka ini terus berharap bantuan dari dermawan.
Seorang pencari suaka tengah menjemur pakaian di lahan milik warga setempat.
Rumah detensi imigrasi (rudenim) di Indonesia jumlahnya sangat terbatas sehingga tidak bisa menampung semua pencari suaka. Mereka terpaksa mendirikan tenda di pinggir jalan sebagai tempat berlindungnya.
Penampungan para pencari suaka kerap menimbulkan kecemburuan sosial bagi masyarakat. Beberapa pemerintah daerah juga menolak menampung mereka karena menjadi beban dan tanggung jawab baru.
Ada lebih dari 13 ribu imigran di Indonesia. Sekitar 5.000 di antaranya merupakan imigran mandiri.
Rumah detensi yang ada di Indonesia hanya berjumlah 13 unit. Jumlah itu tak bisa menampung pencari suaka yang cukup banyak. Sebagai dari mereka berasal dari daerah konflik seperti Afghanistan, Sudan dan masih banyak lagi.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan penanganan pencari suaka dari berbagai negara di depan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kalideres, Jakarat Barat harus melibatkan pemerintah daerah. Sebab, Rumah Detensi Imigrasi terbatas.
Seorang balita tampak tersenyum di depan kamera.
Beberapa pencari suaka bahkan hanya beralaskan terpal tanpa memilik atap.
Begini salah satu potret kehidupan anak-anak imigran asal Afghanistan yang terpaksa harus tidur di atas trotoar di kawasan Kalideres, Jakarta, Jumat (23/2/2018).
Mereka terpaksa hidup di pinggir jalan karena rumah detensi imigrasi (rudenim) di Indonesia yang jumlahnya sangat terbatas sehingga tak bisa lagi menampung semua pencari suaka.
Sejumlah anak-anak imigran ini menghabiskan waktu sehari-hari di pinggir jalan.
Para pencari suaka ini terus berharap bantuan dari dermawan.
Seorang pencari suaka tengah menjemur pakaian di lahan milik warga setempat.
Rumah detensi imigrasi (rudenim) di Indonesia jumlahnya sangat terbatas sehingga tidak bisa menampung semua pencari suaka. Mereka terpaksa mendirikan tenda di pinggir jalan sebagai tempat berlindungnya.
Penampungan para pencari suaka kerap menimbulkan kecemburuan sosial bagi masyarakat. Beberapa pemerintah daerah juga menolak menampung mereka karena menjadi beban dan tanggung jawab baru.
Ada lebih dari 13 ribu imigran di Indonesia. Sekitar 5.000 di antaranya merupakan imigran mandiri.
Rumah detensi yang ada di Indonesia hanya berjumlah 13 unit. Jumlah itu tak bisa menampung pencari suaka yang cukup banyak. Sebagai dari mereka berasal dari daerah konflik seperti Afghanistan, Sudan dan masih banyak lagi.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan penanganan pencari suaka dari berbagai negara di depan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kalideres, Jakarat Barat harus melibatkan pemerintah daerah. Sebab, Rumah Detensi Imigrasi terbatas.
Seorang balita tampak tersenyum di depan kamera.
Beberapa pencari suaka bahkan hanya beralaskan terpal tanpa memilik atap.