Di Pondok Tapal Batas Ini, 10 Bayi Terlahir Sehat

Sudah hampir 20 tahun dia jadi bidan. Lusiana adalah perempuan asli Kabupaten Bengkayang yang menikah dengan warga kampung sini. Maka kini dia mengabdikan diri untuk masyarakat pelosok perbatasan di Suruh Tembawang.
Pondok tersebut merupakan warung pinggir Desa Suruh Tembawang.
Ternyata Bu Bidan memang sengaja nyambi berjualan sembari menunggu adanya pasien yang datang ke Pondok Bersalin Desa (Polindes) di sebelah warung. Sejumlah pengganjal perut pelintas pelosok tapal batas ada di sini, seperti mi instan, minuman, hingga gorengan. Rata-rata yang berkunjung kakinya kotor semua, kena lumpur medan tak bersahabat.
Dia kemudian mengajak kami untuk mengunjungi Polindes-nya di sebelah warung. Bentuknya adalah pondokan dari kayu, dilengkapi kursi dan bilik pemeriksaan di dalamnya. Ada obat-obatan yang disediakan agar pasien yang memerlukan tak usah terlalu lama menunggu.
Pondokan dari kayu ini dia bangun dengan biaya Rp sekitar 20 juta pada dua tahun lalu, sejak Jalan Paralel Perbatasan terbuka sampai desa ini. Sebenarnya ada Polindes di tengah perkampungan Suruh Tembawang, namun kondisinya reyot sudah dimakan rayap.
Dia dan keluarga tinggal di perkampungan. Meski begitu, rumahnya juga selalu siaga menerima pasien yang datang, tengah malam pun harus dilayani. Biasanya warga sini periksa soal kehamilan, pelayanan KB, memeriksakan kesehatan anak, hingga orang yang sedang masuk angin. Melongok ke bilik, ada kasur untuk pelayanan bersalin ibu hamil.
10 Bayi generasi masa depan kawasan tapal batas lahir di pondok sederahan ini. Lusiana menggratiskan biaya pelayanan di sini kecuali untuk menebus obat. Dia menyediakan obat yang dibeli sendiri, karena obat generik dari pusat Kecamatan Entikong sering kurang jumlahnya untuk sampai ke pelosok.
Pada dasarnya 10 dusun di Desa Suruh Tembawang bisa dilayaninya. Namun jarak antardesa kadang tak masuk akal untuk ditempuh. Misalnya untuk ke desa yang mepet dengan perbatasan Malaysia, yakni Gun Tembawang dan Gun Jemak, perlu delapan jam jalan kaki ke sana. Bila menunggu bantuan dirinya terlalu lama, maka para perempuan di pelosok desa biasanya bersalin dengan bantuan dukun beranak.
Lusiana adalah bidan berstatus Pegawai Negeri Sipil. Gajinya sekitar Rp 3 juta per bulan, sebagian disisihkan untuk membeli obat-obatan untuk Polindes ini. Suaminya bekerja sebagai pedagang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sanggau 2017, sarana kesehatan pemerintah di Kabupaten Sanggau ini terdiri dari 4 rumah sakit, 19 Puskesmas, 90 Puskesmas Pembantu, dan 158 Polindes. Barangkali Polindes yang dikelola Lusiana adalah salah satunya. Tercatat oleh BPS, ada 5 Polindes di Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau ini.
Sudah hampir 20 tahun dia jadi bidan. Lusiana adalah perempuan asli Kabupaten Bengkayang yang menikah dengan warga kampung sini. Maka kini dia mengabdikan diri untuk masyarakat pelosok perbatasan di Suruh Tembawang.
Pondok tersebut merupakan warung pinggir Desa Suruh Tembawang.
Ternyata Bu Bidan memang sengaja nyambi berjualan sembari menunggu adanya pasien yang datang ke Pondok Bersalin Desa (Polindes) di sebelah warung. Sejumlah pengganjal perut pelintas pelosok tapal batas ada di sini, seperti mi instan, minuman, hingga gorengan. Rata-rata yang berkunjung kakinya kotor semua, kena lumpur medan tak bersahabat.
Dia kemudian mengajak kami untuk mengunjungi Polindes-nya di sebelah warung. Bentuknya adalah pondokan dari kayu, dilengkapi kursi dan bilik pemeriksaan di dalamnya. Ada obat-obatan yang disediakan agar pasien yang memerlukan tak usah terlalu lama menunggu.
Pondokan dari kayu ini dia bangun dengan biaya Rp sekitar 20 juta pada dua tahun lalu, sejak Jalan Paralel Perbatasan terbuka sampai desa ini. Sebenarnya ada Polindes di tengah perkampungan Suruh Tembawang, namun kondisinya reyot sudah dimakan rayap.
Dia dan keluarga tinggal di perkampungan. Meski begitu, rumahnya juga selalu siaga menerima pasien yang datang, tengah malam pun harus dilayani. Biasanya warga sini periksa soal kehamilan, pelayanan KB, memeriksakan kesehatan anak, hingga orang yang sedang masuk angin. Melongok ke bilik, ada kasur untuk pelayanan bersalin ibu hamil.
10 Bayi generasi masa depan kawasan tapal batas lahir di pondok sederahan ini. Lusiana menggratiskan biaya pelayanan di sini kecuali untuk menebus obat. Dia menyediakan obat yang dibeli sendiri, karena obat generik dari pusat Kecamatan Entikong sering kurang jumlahnya untuk sampai ke pelosok.
Pada dasarnya 10 dusun di Desa Suruh Tembawang bisa dilayaninya. Namun jarak antardesa kadang tak masuk akal untuk ditempuh. Misalnya untuk ke desa yang mepet dengan perbatasan Malaysia, yakni Gun Tembawang dan Gun Jemak, perlu delapan jam jalan kaki ke sana. Bila menunggu bantuan dirinya terlalu lama, maka para perempuan di pelosok desa biasanya bersalin dengan bantuan dukun beranak.
Lusiana adalah bidan berstatus Pegawai Negeri Sipil. Gajinya sekitar Rp 3 juta per bulan, sebagian disisihkan untuk membeli obat-obatan untuk Polindes ini. Suaminya bekerja sebagai pedagang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sanggau 2017, sarana kesehatan pemerintah di Kabupaten Sanggau ini terdiri dari 4 rumah sakit, 19 Puskesmas, 90 Puskesmas Pembantu, dan 158 Polindes. Barangkali Polindes yang dikelola Lusiana adalah salah satunya. Tercatat oleh BPS, ada 5 Polindes di Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau ini.