Masjid Setiabudi, Oase Jiwa di Tengah Jakarta

Masjid Hidayatullah merupakan salah satu masjid dengan sentuhan budaya Thionghoa. Salah satu sumber sejarah menyebut masjid ini dibangun pada tahun 1747 di atas lahan wakaf pengusaha batik Mohamad Yusuf yang tinggal di daerah Karet.
Di sekitar masjid Hidayatullah terdapat makam kaum muslimin yang dirawat begitu apik, diantara rimbunan pepohonan rindang yang meneduhi kawasan ini.
Masjid Hidayatullah sudah tiga kali direnovasi, yaitu tahun 1921, 1948, dan 1996. Namun renovasi sama sekali tidak mengubah wajah asli masjid.
Tampak dari luar Masjid yang sempat akan digusur ini terlihat seperti bangunan khas Thionghoa, dengan atap bersusun tiga melengkung. Sementara kehadiran dua menara yang simetris adalah ciri budaya Hindu yang banyak terdapat di daerah Jawa Tengah. Namun saat memasuki lingkungan masjid, jamaah dapat merasakan budaya lain. Pintu-pintu dan jendela yang ada menunjukan gaya Betawi.
Masjid ini menjadi saksi bisu perjuangan para pahlawan saat melawan penjajah. Saat penjajahan dulu sering dipakai sebagai tempat mengatur strategi. Dua menara menjulang tinggi di kanan dan kiri pintu masuk masjid dulunya juga dipakai untuk mengintai musuh. Melalui masjid inilah pengiriman senjata ke daerah Karawang dan Cikampek dilakukan.
Menurut A. Heuken SJ dalam buku Masjid Masjid Tua Jakarta, kemungkinan masjid ini berawal dari sebuah bangunan mushola/surau atau masjid kecil. Dua menara kembar yang terdapat di bagian muka masjid bisa jadi merupakan gaya arsitektur yang sedang digandrungi di Jakarta ketika itu.
Masjid Hidayatullah merupakan salah satu masjid dengan sentuhan budaya Thionghoa. Salah satu sumber sejarah menyebut masjid ini dibangun pada tahun 1747 di atas lahan wakaf pengusaha batik Mohamad Yusuf yang tinggal di daerah Karet.
Di sekitar masjid Hidayatullah terdapat makam kaum muslimin yang dirawat begitu apik, diantara rimbunan pepohonan rindang yang meneduhi kawasan ini.
Masjid Hidayatullah sudah tiga kali direnovasi, yaitu tahun 1921, 1948, dan 1996. Namun renovasi sama sekali tidak mengubah wajah asli masjid.
Tampak dari luar Masjid yang sempat akan digusur ini terlihat seperti bangunan khas Thionghoa, dengan atap bersusun tiga melengkung. Sementara kehadiran dua menara yang simetris adalah ciri budaya Hindu yang banyak terdapat di daerah Jawa Tengah. Namun saat memasuki lingkungan masjid, jamaah dapat merasakan budaya lain. Pintu-pintu dan jendela yang ada menunjukan gaya Betawi.
Masjid ini menjadi saksi bisu perjuangan para pahlawan saat melawan penjajah. Saat penjajahan dulu sering dipakai sebagai tempat mengatur strategi. Dua menara menjulang tinggi di kanan dan kiri pintu masuk masjid dulunya juga dipakai untuk mengintai musuh. Melalui masjid inilah pengiriman senjata ke daerah Karawang dan Cikampek dilakukan.
Menurut A. Heuken SJ dalam buku Masjid Masjid Tua Jakarta, kemungkinan masjid ini berawal dari sebuah bangunan mushola/surau atau masjid kecil. Dua menara kembar yang terdapat di bagian muka masjid bisa jadi merupakan gaya arsitektur yang sedang digandrungi di Jakarta ketika itu.