YLBHI: Gelar Pahlawan Tak Layak untuk Soeharto

YLBHI: Gelar Pahlawan Tak Layak untuk Soeharto

- detikNews
Senin, 28 Jan 2008 14:40 WIB
Jakarta - Pemerintah berencana memberi gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai rencana itu tidak layak.

Alasannya, status hukum Soeharto hingga meninggal dunia belum jelas. "Keputusan pemerintah memberikan predikat pahlawan dan memberikan penghormatan tujuh hari berkabung merupakan sikap yang gegabah dan tidak berdasar, bertentangan dengan prinsip proporsionalitas dan alas hukum yang rasional," kata Ketua YLBHI Patra M Zen.

Hal itu disampaikan Patra dalam jumpa pers di kantornya, Jl Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (28/1/2008). Patra didampingi oleh Direktur Publikasi dan Pendidikan YLBHI Agustinus Edy Kristianto.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Patra, berita wafatnya Soeharto, Minggu 28 Januari 2008 siang kemarin menghiasai sejumlah media massa di tanah air maupun internasional. Sayangnya, wafatnya Soeharto dikemas terlalu berlebihan dengan mengajak masyarakat untuk mengenang kembali jasa-jasa mantan penguasa Orde Baru selama 32 tahun tersebut.

Sikap politik dan keberpihakan terhadap Soeharto, lanjut Patra, ditunjukan oleh Presiden SBY. Melalui Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa, pemerintah meminta rakyat Indonesia mengibarkan bendera merah-putih setengah tiang sebagai tanda berkabung selama tujuh hari berturut-turut.

"Sikap politik pemerintah terhadap Soeharto juga ditunjukkan dengan wacana berupa penyematan gelar pahlawan buat Soeharto. Kita menilai, sikap dan proses politik yang mengiringi kematian Soeharto yang ditunjukkan oleh pemerintah begitu gegabah dan berlebihan," jelas Patra.

Patra menerangkan, Soeharto yang meninggal dunia diusia 86 tahun itu tanpa pernah diadili atas perbuatan-perbuatannya, seperti dugaan korupsi dan kasus pelanggaran HAM di masa berkuasa. "Sebagai sesama anak manusia dan anak bangsa, tentu kita patut turut berduka cita kepada siapa pun yang meninggal dunia, tidak terkecuali Soeharto. Bahkan, boleh juga kita mendoakannya," tandasnya.

Namun yang perlu dimengerti kebijakan di masa Soeharto yang dinilai berlumuran darah. Contohnya, kasus pembantaian orang-orang yang dituduh Partai Komunis Indonesia (PKI) 1965, kasus penembakan misterius (Petrus), kasus Tanjung Priok, kebijakan daerah operasi militer (DOM).

Selain itu, lanjut Patra, perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang diduga dilakukan oleh Soeharto dan keluarga serta kroni-kroninya yang belum dituntaskan. Sebab, tindakannya mereka telah merusak mental bangsa Indonesia, selain memporak-porandakan bangunan ekonomi dan sosial bangsa Indonesia. (zal/ken)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads