Pakar Universitas Paramadina Sebut Industri Teror Nyata di Sekitar Kita

Pakar Universitas Paramadina Sebut Industri Teror Nyata di Sekitar Kita

Sudrajat - detikNews
Jumat, 28 Jul 2023 10:50 WIB
Noor Huda Ismail (berdiri) dan Greg Barton dari Deakin University, Australia
Greg Barton dari Deakin University, Australia dan Noor Huda Ismail (berdiri). Foto: Dok. Yayasan Prasasti Perdamaian
Jakarta -

Bila selama ini banyak orang mungkin hanya menduga-duga bagaimana para pelaku teror mendapatkan bantuan dana untuk menjalankan aksinya. Ketua Program Studi Islam Madani Universitas Paramadina Dr M Subhi Ibrahim menyatakan adanya pihak yang mendanai secara langsung atau tidak langsung berbagai aksi teror di Tanah Air ternyata bukan mitos.

"Badan industri atau korporasi teror itu nyata ada di sekitar kita," kata Ibrahim.

Ia menyampaikan kesimpulan tersebut usai membaca buku 'Narasi Mematikan Pendanaan Teror di Indonesia' karya Noor Huda Ismail. Ia membedahnya bersama dosen Fakultas Psikologi UI Dr Mirra Noor Milla di Universitas Paramadina, Kamis (27/7/2023). Turut berbicara dalam acara itu dua mantan penggalang dana terorisme yang menjadi sumber dalam buku tersebut, Hendro Fernando dan Munir Kartono, serta Noor Huda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para pelaku terkait terorisme, menurut Ibrahim, umumnya secara kasat mata bersikap dan berperilaku saleh. Sehingga bila kemudian aparat menangkapnya, orang-orang di sekitar yang mengenal akan menepis dan meragukan bahwa mereka terlibat terorisme.

"Kesaksian yang lazim terlontar kan kalau si X itu murah hati, suka sedekah, rajin salat ke masjid, dan lain sebagainya," ujarnya.

Huda melakukan penelitian terkait pendanaan terorisme selama setahun. Tapi untuk menuliskannya, koresponden The Washington Post biro Asia Tenggara, 2002-2005, itu. cuma butuh waktu tiga bulan. Proses penelitian cukup lama karena dia tak ingin mencelakakan para nara sumber yang disebutnya sebagai 'credible voice'.

ADVERTISEMENT

"Bila ada yang mundur di tengah jalan karena alasan tertentu, ya dipersilakan," kata Huda yang mengaku banyak gangguan setiap kali mengurusi isu terorisme.

Ia menghimpun data dan berbincang mendalam dengan para narasumber atau credible voice yang merupakan narapidana terorisme yang terlibat dalam pendanaan kegiatan teror. Huda menguliti pendanaan teroris di Indonesia, termasuk pengalaman dari mantan narapidana yang mengurus soal aliran dana para teroris. Dalam buku tersebut, dijelaskan peran narasi dalam konteks terorisme, radikalisme khususnya di pendanaan terorisme.

Dalam mencari pendanaan untuk melakukan aksi-aksi mereka, kata Huda, kelompok-kelompok teroris itu telah mengalami transformasi. Tidak hanya merampok, mereka juga memperoleh pendanaan melalui jalur-jalur formal seperti mendirikan LSM, yayasan, lembaga pendidikan, serta memakai teknologi baru seperti crypto currency.

"Dari sini ternyata terjadi pergeseran strategi, dan narasi telah menjadi unsur penting untuk mendapatkan pendanaan tersebut," kata Huda yang kini aktif sebagai visiting fellow di RSIS, Nanyang Technological University, Singapura.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Saksikan juga 'Lansia Penjual 1000 Detonator Dibekuk, Ada Dugaan Jaringan Teroris':

[Gambas:Video 20detik]



Alumnus Monash University, Australia, ini melihat sudah banyak pemangku kepentingan yang menangani isu terorisme, mulai dari Kejaksaan Agung, Polri, Badan Intelijen Negara, Kementerian Sosial, hingga Kementerian Luar Negeri. Namun dirinya melihat koordinasi antar-instansi tersebut kurang terjalin dengan baik.

"Saya berharap buku ini bisa menciptakan institutional memory di masing-masing lembaga tersebut, sehingga ketika seorang pejabat digantikan orang lain transfer knowledge-nya bisa lebih lancar," ujar Noor Huda.

Melalui bukunya itu pula dia mendorong adanya desentralisasi penanganan pencegahan terorisme. Sebab selama ini penanganan isu-isu terorisme dinilainya terlalu Jakarta-sentris.

"Saya melihat pengetahuan antara pusat dengan daerah sangat jomplang. Padahal banyak dari kasus terorisme lahir di daerah-daerah," ujar Noor Huda.

Noor Huda Ismail (ketiga dari kanan) saat bedah buku karyanya, 'Narasi Mematikan Pendanaan Teror di Indonesia' di Universitas Paramadina, Kamis (27/7/2023)Mirra Nur Milla (kerudung putih) dan Dr M. Subhi Ibrahim (batik cokelat) 'Narasi Mematikan Pendanaan Teror di Indonesia' di Universitas Paramadina, Kamis (27/7/2023) Foto: Sudrajat / detikcom

Noor Huda juga berharap adanya kesiapan masyarakat (community preparedness) di Indonesia menghadapi fenomena terorisme. Ia mengutip data dari World Giving Index 2022 yang menyebutkan bahwa Indonesia menjadi negara dermawan nomor wahid di Indonesia.

"Tak terhindarkan, kedermawanan ini menjadi celah yang dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan mereka," kata Huda.

Mirra Noor Milla menilai buku karya Noor Huda ini kaya data empiris yang menggambarkan pendanaan kelompok teror di Indonesia. Karena itu sangat bermanfaat untuk memberikan pemahaman konteks tidak saja bagi kalangan peneliti kajian terorisme yang masih kering data primer karena susahnya akses terhadap para pelaku, juga dapat memberikan gambaran permasalahan yang detil untuk panduan intervensi dan pengambilan kebijakan.

Kompleksitas data yang dipaparkan dalam buku ini dikonstruksi dalam narasi yang mudah dipahami oleh masyarakat umum. Penulis tidak hanya memberikan pengetahuan akan tetapi jug acara bagaimana memahami aktivitas kelompok teror yang eksklusif dan jauh dari jangkauan publik.

Sementara itu, Chair in Global Islamic Politics Deakin University, Greg Barton menyebut buku karya Noor Huda sebagai ikhtiar untuk mengembalikan dan menyelamatkan hidup yang kesasar. "Pendekatannya cukup sederhana dan ini sesuatu yang tak rumit dan berbau sangat praktis, yaitu narasi itu sendiri," kata Greg yang berbicara secara online dari Melbourne, Australia.

Halaman 2 dari 2
(jat/mae)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads