Bareskrim Polri berbicara kendala dalam penyelidikan kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan. Bareskrim berbicara jumlah laporan yang masuk ke kepolisian yang disebut tidak banyak.
"Ini yang menjadi kesulitan karena pada dasarnya, begitu kita menerima laporan, seperti kekerasan pada perempuan dan anak ini sangat tinggi, namun jumlah yang masuk laporan ke kepolisian tidak banyak. Ini jadi perhatian kita karena banyak korban yang tidak mau melaporkan kasusnya," kata Analis Kebijakan (Anjak) Madya Bareskrim Polri Kombes Arya Perdana dalam seminar nasional peran Puslabfor Bareskrim Polri dalam pembuktian kasus kekerasan seksual perempuan dan anak dengan pendekatan berbasis ilmiah, Kamis (24/2/2022).
Korban yang trauma disebut enggan melapor kepada polisi. Mendapatkan keterangan dari korban, kata Arya, pun menjadi sulit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini jadi kendala sendiri untuk kita mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi kepada mereka. Ini yang menjadi para korban malu dan sangat takut melaporkan kepada kita karena nanti akan ditanyai seperti itu," katanya.
Dia menyebut kendala lain adalah banyaknya korban yang hanya melapor kepada kerabat dekat, tokoh masyarakat, atau pemuka agama. Sedangkan kepada pihak kepolisian, katanya, tidak ada laporan itu.
"Kasus-kasus yang ditangani oleh PPA Polri sebagian besar memang banyak mengalami kekurangan dalam penanganan sehingga kekerasan fisik yang sering dialami perempuan dan anak terkadang dilaporkan bukan kepada kepolisian, tetapi kepada orang-orang terdekat, pemuka agama, dan tokoh masyarakat," katanya.
Selain itu, kendala lainnya, kata Arya, banyaknya kasus yang sudah dilaporkan namun dicabut kembali sehingga tidak terselesaikan.
"KDRT banyak sekali kasus yang tidak selesai karena, ketika istri melaporkan suaminya, dan kita sudah melakukan penangkapan suaminya, dibatalkan oleh pihak pelapor. Tapi besoknya digebukin lagi, lapor lagi, terus-terusan begitu, akhirnya nggak kelar-kelar," ujarnya.
(gbr/gbr)