Sosok Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, yang disebut sebagai teman, tak membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpihak. Jokowi memberikan arahan kepada Menko Polhukam Mahfud Md dan Menkumham Yasonna Laoly untuk tak mengesahkan hasil acara yang diklaim sebagai Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat.
Pemerintah Tolak KLB
Pemerintah sebelumnya menolak pendaftaran hasil acara yang disebut sebagai Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang yang digelar. Acara yang disebut KLB itu menetapkan Moeldoko sebagai Ketum.
"Dari hasil pemeriksaan dan/atau verifikasi terhadap seluruh kelengkapan dokumen fisik, sebagaimana yang dipersyaratkan, masih ada beberapa kelengkapan yang belum dipenuhi," kata Menkumham Yasonna Laoly saat konferensi pers virtual, Rabu (31/3).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan demikian, pemerintah menyatakan bahwa permohonan hasil kongres luar biasa di Deli Serdang tanggal 5 Maret 2021 ditolak," ujar Yasonna.
Arahan Jokowi
Rupanya ada arahan Jokowi di balik penolakan pengesahan acara yang diklaim KLB PD. Jokowi memerintahkan pendaftaran hasil KLB itu ditolak meski Moeldoko teman.
"Kalau Istana mau masuk, sebenarnya ketika Moeldoko kongres di Medan itu kita tinggal mengesahkan saja dengan kasar gitu. Tapi pada waktu itu saya menghadap Presiden," kata Mahfud Md dalam diskusi virtual melalui live Twitter bersama Didik Junaidi Rachbini, Rabu (29/9/2021). Mahfud menyampaikan hal tersebut untuk menjawab pertanyaan tentang posisi pemerintah mengenai kisruh Partai Demokrat dengan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko.
Mahfud kemudian memaparkan isi pertemuan saat dia menghadap Jokowi. Mahfud menyinggung soal peserta yang hadir di KLB.
"Saya bersama Menkumham dan Presiden, 'Gimana nih, Pak? Hukumnya bagaimana?' kata Pak Jokowi kepada saya. Hukumnya, Pak, ndak boleh ada muktamar seperti itu, karena muktamar itu atau kongres itu harus diminta oleh pengurus yang sah," kata Mahfud menirukan pembicaraannya saat itu.
Mahfud memberikan penjelasan lebih lanjut kepada Jokowi mengenai aturan pelaksanaan KLB. Mahfud mengatakan acara yang disebut KLB di Sibolangit, Sumatera Utara, itu dilakukan tanpa izin pengurus PD yang sah.
"Ini kan mereka di luar, bukan pengurus yang sah, jadi itu ndak boleh disahkan. Kata Pak Jokowi, 'Kalau memang begitu, tegakkan saja hukum, ndak usah disahkan Pak Moeldoko meskipun dia teman kita dan punya ambisi politik', kata Pak Jokowi," kata Mahfud.
Mahfud kemudian menjalankan arahan Jokowi. Mahfud dan Yasonna pun mengumumkan pemerintah tak mengesahkan hasil KLB kubu Moeldoko.
"Itulah saya dan Pak Yasonna segera mengumumkan ndak bakal mengesahkan Moeldoko," kata dia.
Halaman berikutnya Mahfud Tanggapi Gugatan Yusril
Mahfud Tanggapi Gugatan Yusril
Dalam kesempatan itu, Mahfud juga menanggapi soal gugatan empat mantan kader PD yang menggandeng Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacara. Mahfud menilai itu tak ada gunanya.
Mahfud awalnya ditanya soal kisruh sejumlah partai politik yang pernah terjadi di Indonesia, termasuk kisruh terkait Partai Demokrat yang kini sedang panas-panasnya.
Mahfud pun menjawab dari sisi hukum. Dia menilai gugatan atas AD/ART PD yang diajukan Yusril ke Mahkamah Agung (MA) tak ada gunanya.
"Begini ya, kalau secara hukum, gugatan Yusril ini ndak akan ada gunanya, karena kalaupun dia menang, tidak akan menjatuhkan Demokrat yang sekarang," kata Mahfud.
Mahfud kemudian mengungkap alasan gugatan itu tak ada gunanya. Dia mengatakan judicial review (JR) hanya berlaku ke depan dan tak mengubah keputusan yang telah ada.
"Kalaupun dia menang menurut hukum, kemenangan di judicial review itu hanya berlaku ke depan. Artinya, yang sudah terpilih kemarin itu tetap berlaku, tinggal paling isinya harap perbaiki AD/ART-nya, gitu. Ndak akan membatalkan pengurus, ndak akan mengubah susunan pengurus sekarang. Putusan itu ya menolak atau mengabulkan. Kalau mengabulkan, ndak akan ada gunanya juga karena pengurus sekarang tetap dia yang sah ini, tetap dia si Agus Harimurti dan dia akan tetap memimpin," jelas Mahfud.
Menurut Mahfud, seharusnya Yusril menggugat SK Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan AD/ART dan kepengurusan Partai Demokrat periode 2020-2025. Gugatan itu juga harusnya diajukan ke PTUN.
"Lalu yang kedua, yang digugat ini kayaknya kalau hukum tata usaha negara itu yang digugat itu seharusnya SK menterinya dibawa ke PTUN. Ini kok AD/ART bisa di-judicial review? Ini dalam ilmu hukum memang terobosan," katanya.