Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengungkapkan permasalahan yang sering dialami anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri. Menurut catatan Kemlu, terdapat 1.095 kasus kekerasan hingga perbudakan yang dialami ABK WNI selama tahun 2019.
"Dalam catatan kami saja tahun 2017 ada sekitar 1.200 kasus yang kami tangani terkait pelaut. (Tahun) 2018 juga sama, sekitar 1.200. (Tahun) 2019, 1.095 kasus kami tangani untuk kasus-kasus yang dihadapi awak kapal. Terutama mostly adalah awak kapal perikanan," kata Direktur PWNI dan BHI Kemlu Judha Nugraha dalam diskusi virtual bertajuk 'Mengungkap Kejahatan Perdagangan Orang dan Kerja Paksa pada Industri Perikanan Tangkap' pada Rabu (9/6/2020).
Judha mengatakan hingga saat ini banyak WNI yang bekerja di kapal ikan dengan proses rekrutmen yang tidak resmi. Akibatnya, WNI tersebut sulit mendapat perlindungan kerana berstatus sebagai pekerja ilegal.
"Tata kelola migrasi jadi jawaban. Kalau kita ingin memberikan perlindungan yang lebih baik, perlindungan harus dimulai sejak awal pada saat perekrutan. Dan kita pahami bahwa awak kapal perikanan kita banyak yang berangkat tidak melalui prosedur. Kita juga paham bahwa ada overlapping untuk proses yang prosedural," ujar Judha.
Selama ini, Judha menyebut banyak ABK yang tidak memperoleh pelatihan dan kompetensi, sehingga muncul berbagai permasalahan yang kerap membahayakan ABK WNI itu.
"Nah, ini yang menjadi tantangan kita bersama bagaimana kita bisa melindungi dengan baik kalau banyak warga kita yang berangkat tidak sesuai prosedur, sehingga akurasi data tidak tercatat, dan kemudian mereka juga tidak dilengkapi dengan kompetensi yang tepat, bahkan tidak mengetahui apa itu BST (basic safety training), dan sebagainya. Itu yang kemudian berujung pada berbagai macam kasus yang muncul di luar negeri," sambungnya.
Simak video 'Ngaku Tak Tahan Dieksploitasi, 2 WNI Lompat dari Kapal China':