Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejati NTB Tende, menjelaskan, jaksa sebagai aparat penegak hukum (APH) tentunya akan bersikap demikian bila mana perusahaan pengelola merasa keberatan dan mengajukan gugatan perihal izin kontrak lahannya dicabut secara sepihak.
"Jadi kalau mereka (perusahaan pengelola lahan wisata) menggugat. Kami (Kejati NTB) siap menghadapinya. Kita siap dampingi pemerintah, karena ini tujuannya untuk mencapai pembangunan daerah yang lebih baik," kata Tende sebagaimana dilansir Antara, Jumat (29/11/2019).
Aset yang mampu memproduksi uang triliunan rupiah itu merupakan sebidang lahan di salah satu kawasan destinasi wisata andalan NTB, yakni Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara. Dengan luas 65 hektare, lahan yang seharusnya menjadi salah satu sumber pendapatan besar untuk NTB tersebut dikelola swasta dengan masa kontrak selama 70 tahun.
Namun, dari hasil kajian Bidang Datun Kejati NTB perihal objek lahan di bawah kelola swasta, banyak ditemukan persoalan yang merugikan pemerintah. Seluruh hasil kajiannya terindikasi mengarah pada perbuatan melawan hukum.
"Jadi dalam persoalan ini memang harus ada ketegasan pemerintah, karena ada beberapa hal yang dilanggar di sini," ujar dia.
Lebih lanjut, hasil kajian yang lahir dari pandangan hukum Bidang Datun Kejati NTB perihal objek lahan telah disampaikan ke pihak pemerintah.
"Diminta atau pun tidak diminta, kami punya kuasa untuk memberikan pandangan hukum," ujarnya lagi.