"Berdasarkan teori-teori tersebut dapat dikatakan bahwa pemilhan Ketua MPR haruslah disusun berdasarkan basis relasi antara kehendak pemilih dalam pemilu," kata ahli hukum tata negara Dr Agus Riewanto kepada detikcom, Senin (30/9/2019).
Direktur Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum FH Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta itu merujuk teori Vieira dan Runciman (1989). Dalam teorinya mengenai representasi politik (keterwakilan politik) mengetengahkan tiga konsep, yaitu pertama, pictorial representation, mereka yang dipilih untuk mewakili harus menyerupai yang diwakilinya.
"Kedua, theatrical representation, wakil yang terpilih harus menafsirkan, berbicara dan bertindak untuk pihak yang diwakilinya," ujar Agus.
Ketiga, juridical representation, wakil yang terpilih harus bertindak atas nama yang diwakilinya dengan persetujuan demi kepentingan bersama.
"Dengan demikian maka politisi di MPR yang merupakan juga anggota DPR adalah wakil rakyat yang dipilih secara demokratis dengan harapan akan bertindak untuk dan atas nama pemilih dalam Pemilu (election) bukan bertindak sendiri," cetusnya.