Pasal Penghinaan Presiden di RUU KUHP, Anggota Panja Bicara Kedewasaan

Pasal Penghinaan Presiden di RUU KUHP, Anggota Panja Bicara Kedewasaan

Mochamad Zhacky - detikNews
Rabu, 04 Sep 2019 15:21 WIB
Anggota DPR F-PKS Nasir Djamil (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Anggota Panja RUU KUHP F-PKS, Nasir Jamil, memastikan bentuk-bentuk penghinaan kepada presiden/wakil presiden akan dituangkan dalam RUU KUHP. Menurutnya, bentuk-bentuk penghinaan penting dijelaskan, sehingga bisa dibedakan dengan kritik.

"Makanya nanti dalam soal penghinaan presiden akan dibuat bentuk-bentuk penghinaan seperti apa, jangan kabur. Nanti kalau ada kritik, media mengkritik dianggap menghina presiden, atau warga negara mengkritik dianggap menghina presiden," kata Nasir kepada wartawan, Rabu (4/9/2019).


Nasir menilai penghinaan presiden merupakan delik aduan. Karena itu, menurut dia, pasal ini dapat melihat kedewasaan dan kenegarawanan presiden.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi memang penghinaan lebih pada martabat pribadi. Tapi ini delik aduan, kemudian harus ditulis, nggak boleh lisan. Jadi laporin tertulis dan ini sangat tergantung karakter presiden. Kalau kupingnya tipis, sumbunya pendek hatinya sempit, ya dia... Tapi dia akan dilihat kedewasaannya, kenegarawanannya," jelasnya.


Terkait bentuk-bentuk penghinaan kepada presiden, Nasir mengatakan bahwa Panja RUU KUHP akan merujuk ke aturan lain. Ia berharap penegak hukum memiliki landasan yang jelas saat memidanakan orang.

"Nanti kita lihat aturan perundangan-undangan terkait dengan bentuk-bentuk penghinaan, apakah sudah diatur dalam peraturan perundangan-undangan lain atau belum, sehingga tidak subjektifnya aparat penegak hukum. Penegak hukum bilang ini penghinaan, ini pasalnya," ucap Nasir.



Diberitakan sebelumnya, di RUU KUHP, penghinaan kepada presiden masuk 'Bagian Kedua' Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 218 ayat 1 menyebutkan, setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

"Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri," demikian bunyi Pasal 218 ayat 2.


Apakah setiap orang yang 'mengkritik' presiden bisa dipidana? Pasal selanjutnya menegaskan perbuatan itu baru menjadi delik apabila ada aduan dari Presiden atau Wakil Presiden.

"Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan oleh kuasa Presiden atau Wakil Presiden," ujarnya.


Simak Video "Koalisi Pemantau Peradilan Tolak Pasal Menghina Pengadilan di RUU KUHP"

[Gambas:Video 20detik]

Halaman 2 dari 2
(zak/tsa)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads