"Ada data ada 5 juta hektare di satu tangan, aturannya tidak boleh di satu tangan, di tangan Sinarmas, 29 taipan sawit menguasai lahan hampir setengah Pulau Jawa," kata Sujana dalam diskusi di Media Center Prabowo Sandi, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2019).
Sujana menjelaskan, permasalahan tanah di Indonesia sering muncul karena ada 2 undang-undang yang mengatur, yakni Undang-undang tentang Agraria dan Undang-undang tentang Kehutanan. Undang-undang nomor 44 tahun 1999 tentang Kehutanan itu menurutnya membuka peluang terjadinya perampasan lahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya pemerintah perlu mengaudit penggunaan lahan saat ini. Dia menilai yang harus diutamakan dalam pemberian HGU yaitu manfaat untuk masyarakat setempat.
"Yang harus dilihat adalah masyarakat yang di sana itu mereka juga diberi keleluasaan untuk mengelola tanah, karena sebelum ada izin ini mereka sudah ada, 20 persen dari HGU itu harus diberikan ke masyarakat," kata dia.
Sujana juga mengkritisi program pembagian sertifikat tanah yang dijalankan oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya tanah yang dimiliki masyarakat bisa saja dijual dan dimiliki perusahaan besar.
"Pembagian sertifikat itu pengalaman saya itu bukan cara yang betul, saat rakyat miskin lagi, dijual lah tanah itu. Konglomerat itu enak dia karena dia lebih baik membeli tanah yang bersertifikat daripada yang belum bersertifikat," tutur Sujana.
"Bukan itu, tapi masyarakat diberikan hak mengelola tanah. Kalau pun diberikan sertifikat, dengan catatan mekanismenya pembekuan harga tanah tersebut boleh dijual dalam waktu tertentu sampai masyarakat ini sejahtera, kalau mereka sudah sejahtera boleh," pungkasnya. (abw/jbr)











































