Begini Upaya Kementerian PPPA Lindungi Anak Korban Teroris

Begini Upaya Kementerian PPPA Lindungi Anak Korban Teroris

Hilda Meilisa Rinanda - detikNews
Selasa, 24 Jul 2018 05:57 WIB
Upaya Kementerian PPPA lindungi anak korban teroris (Foto: Hilda Meilisa Rinanda/detikcom)
Surabaya - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) memiliki beberapa cara untuk melindungi hingga menyembuhkan anak-anak korban teroris. Tak hanya itu, Menteri PPPA Yohanna Yanbise mengungkapkan orang tua dari anak tersebut bisa dijerat Undang-undang lantaran lalai dalam mengasuh.

"Jika salah melakukan pengasuhan dan pembiaran, dia bisa mendapat sanksi dan dipidana. Ada UU perlindungan anak yang mengatur, jadi yang salah mengasuh anak akan mendapat sanksi hukum, anak masuk radikalisme salah. Itu orang tuanya melanggar UU perlindungan anak," tegas Yohanna di sela jumpa wartawan sebelum Penganugerahan Kabupaten/Kota Layak Anak di Dyandra Convention Center Surabaya, Senin (23/7/2018).


Sementara, Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA Lenny N Rosalin mengatakan ada beberapa lima standar minimum atau upaya yang dilakukan. Mulai dari penanganan pengaduan dari anak jika ada hal tak pantas yang dirasakan anak, pelayanan kesehatan pada korban, juga rehabilitasi sosial dengan pelayanan trauma healing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Upaya yang dilakukan sebetulnya sama seperti kemarin korban bom di Surabaya itu 5 standar minimum yang diperlukan bagi anak-anak korban. Yang dimaksud itu mulai dari pertama penanganan pengaduan, pelayanan kesehatan kemudian rehabilitasi sosialnya bersama dinas sosial termasuk penyediaan pelayanan trauma healing," ujar Lenny.

Lanjut yang keempat dan kelima, yakni anak tersebut harus mendapat bantuan hukum dari aparat penegak hukum. Sementara yang terakhir reintegrasi bagaimana anak-anak jika kembali lagi ke sekolah mendapatkan perlakuan yang wajar.

"Yang ke-4 bantuan hukum dari badan penegak hukum, yang kelima ini reintegrasi bagaimana anak-anak korban kekerasan, bagaimana caranya mereka bisa masuk kembali ke sekolah," lanjutnya.


Dalam hal ini, Lenny mengatakan radikalisme yang dirasakan anak-anak itu masuk di dalam perlindungan khusus kluster 5. Yang mana di kluster 5 ada beberapa upaya untuk korban kekerasan, korban radikalisme, hingga eksploitasi anak.

"Radikalisme anak itu bagian dari proses untuk perlindungan khusus kalau di kami kita masukkan dalam kluster 5, jadi kluster 5 adalah menjelaskan semua upaya yang dilakukan kalau anak-anak itu sudah terlanjur menjadi korban. Apakah dia korban kekerasan ataukah dia korban radikalisme atau eksploitasi menjadi pekerja anak anak semua ada disitu (kluster 5)," papar Lenny.

Penanganan ini dikombinasikan dengan lima upaya dengan Pusat Pemberdayaan Keluarga (Puspatga), sekolah hingga lingkungan sekitar. "Kemudian pelayanan korban yang ada di daerah seperti puspaga dan semuanya dikombinasikan dengan 5 target itu tadi dari sekolah, lingkungan itu semua menyangkut," imbuhnya. (rna/rna)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads