Meski jumlahnya masih sedikit, catatan dalam buku "Historiografi Sejarah Haji di Indonesia" karya Saleh Putuhena dapat dijumpai kapal-kapal niaga milik orang Arab, Persia, Turki dan Indonesia yang beroperasi di Indonesia. Namun, memasuki pertengahan abad ke-16 kapal-kapal Nusantara justru lebih dominan keberadaannya dibanding dengan kapal asing.
Kapal-kapal itu biasanya melayari jalur perdagangan Samudera India sampai ke Jazirah Arab. Saat itu juga tercatat Nusantara telah memiliki armada perdagangan internasional, mengingat di Jepara terdapat industri kapal yang keberadaannya dikagumi bangsa Portugis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, armada kapal milik ulama Aceh yang pertama kali sampai ke Jeddah pada tahun 1556 juga dibeli dari Jawa dan Pegu. Begitu pula dengan beberapa wilayah lainnya di Nusantara, Sultan Mansyur Syah dari Malaka ketika ingin berhaji juga memesan kapal di tempat yang sama.
Selain di Jepara dan Jawa, industri kapal niaga juga terdapat di Banjarmasin, Lawe, dan Tanjungpura. Dari sini dapat disimpulkan bahwa industri kapal niaga Nusantara telah menunjang armada niaga internasional yang sering digunakan oleh mereka yang bermaksud pergi ke Tanah Haram.
Berbeda dengan abad sebelumnya, memasuki abad ke 17 kapal niaga yang menjelajah samudera Hindia mulai mendapat saingan dari kapal-kapal Eropa. Sambil berlayar untuk berdagang ke Jeddah, dengan menumpang kapal ini orang Nusantara untuk menimba ilmu sekaligus berhaji.
"Salah satu peristiwa pemberangkatan jamaah haji Nusantara ke Makkah dengan kapal Eropa adalah atas jaminan Sultan Ageng suatu utusan kerajaan Mataram berangkat ke Makkah dengan kapal Inggris," ungkap Johan Eisenberger dalam disertasinya yang berjudul "Indie and de Bedevaart naar Mekka. (wsn/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini