Konstruksi Paviliun Indonesia yang berdiri di atas lahan 1.175 meter persegi itu terinspirasi dari bubu dan lumbung. Bubu, alat tangkap ikan, mencerminkan kearifan lokal nelayan yang mendapatkan hasil tangkapan tanpa merusak ekosistem. Sedangkan lumbung padi merupakan simbol ketahanan pangan masyarakat pedesaan di Indonesia.
Pameran lima tahunan yang berlangsung selama enam bulan ini sebenarnya memberi tenggat waktu sampai Mei 2016 untuk masing-masing negara membongkar paviliunnya. Namun Tomy Winata dari grup Artha Graha sebagai sponsor utama Paviliun Indonesia tak ingin lama-lama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses pembongkaran akan diawali dengan pengosongan area dalam paviliun. Barang-barang budaya seperti wayang, topeng, angklung, dan kain akan dikemas dan diangkut keluar. "Tanggal 1 November area sudah clear dari pengunjung. Tapi barang baru bisa keluar mulai tanggal 4," jelas Budiman Muhammad, Direktur Paviliun Indonesia.
Termasuk bagian yang dibawa pulang adalah panel rotan sintetik yang dianyam sebagai kulit bangunan. Hendak diapakan nanti di Jakarta? Tomy masih belum tahu. Ia akan memikirkannya ketika sudah berada di tanah air.
Ia menjelaskan, awalnya beberapa bagian akan dihibahkan ke pengusaha properti asal Jerman yang kebetulan datang ke Milan Expo dan tertarik dengan arsitektur bangunan Paviliun Indonesia. "Awalnya kita mau hibahkan aja. Karena perlu biaya untuk bongkar dan bawa balik Jakarta. Mungkin bangun yang sama di Jakarta lebih murah dibanding ongkos bongkar di sini," jabarnya.
Namun rencana hibah batal. Pengusaha Jerman yang awalnya ingin membuat restoran dari sebagian material di Paviliun Indonesia tertimpa musibah kebakaran sehingga tak bisa melanjutkan rencana bisnisnya. (inn/jor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini