Pengaturan soal kewenangan penyadapan ini termaktub dalam Pasal 14 ayat 1 huruf a draft RUU KPK usulan DPR.
"Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari ketua pengadilan negeri," demikian bunyi pasal yang dikutip detikcom, Rabu (7/10/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tahap penyelidikan itu pulalah KPK melakukan OTT. Rekaman sadapan menjadi senjata ampuh dalam OTT.
Sebagaimana diatur dalam pasal 12 ayat 1 huruf a UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang berlaku saat ini, KPK tak perlu izin hakim untuk melakukan penyadapan. Hasilnya, para koruptor termasuk beberapa oknum hakim berhasil ditangkap, salah satunya berdasarkan rekaman sadapan.
Plt pimpinan KPK sejak isu revisi UU KPK ini berhembus sudah menegaskan agar jangan ada yang mengutak-atik kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK. Jika masih ada yang ngotot mempersempit kewenangan penyadapan, diduga ada pihak yang takut terjaring OTT KPK karena percakapannya tersadap.
"Saya kurang paham pihak-pihak yang bersemangat untuk revisi UU KPK khususnya terkait marwah KPK berupa penyadapan, kemungkinan ada rasa kekhawatiran akan maupun telah jadi korban OTT," kata Indriyanto beberapa waktu yang lalu.
"Perlu diketahui (yang juga tidak dipahami penegak hukum lainnya) bahwa sesuai Pasal 26 UU Tipikor/ penjelasannya (yang tidak pernah dihapus sejak UU 31/1999 yang diperbaharu UU 20/2001) sejak proses penyelidikan/penyidikan/penuntutan, diperkenankan melakukan penyadapan atau wiretapping," tegasnya.
(kha/dhn)











































