Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Ahmadi Noor Supit usai rapat Banggar soal APBN 2016 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (25/8/2015), khawatir bila nantinya gedung tempat ruang anggota dewan yang sudah miring itu bakal roboh.
"Apa yang dibilang rakyat apabila tiba-tiba Gedung DPR runtuh hanya gara-gara rakyat meminta bahwa itu rumah rakyat dan tidak boleh dibatasi? Bebannya begitu menyulitkan, tiba-tiba terjadi, malu di dunia kalau itu terjadi," kata Supit.
Anggota DPR Fraksi Partai Golkar sejak era Orde Baru ini menyatakan rata-rata gedung DPR dikunjungi oleh 5 ribu orang per hari. Bila kelebihan muatan, dikhawatirkan gedung Nusantara I yang digunakan sebagai ruang fraksi-fraksi itu bakal runtuh.
"Dulu pernah dilaporkan miring. Kalau bebannya tidak diatur, ini rumah rakyat. Kalau di luar negeri orang yang masuk parlemen itu diatur nggak boleh lebih dari kapasitasnya," tuturnya.
Gedung Nusantara I DPR itu dibangun tahun 1997. Belakangan, gedung itu disebut miring. Permasalahan overkapasitas kini dikemukakan Supit. Menurut Supit, gedung itu sudah salah bangun sejak awal.
"Ya kesalahan dari awal tidak diprediksi. Saya dulu tahun 1992 jadi anggota DPR. Karena dulu kan pertama satu ruangan di Nusantara III itu berisi 11 orang. (Saat membangun Nusantara I) Tidak memprediksikan membangun Gedung di situ, karena dulu satu ruangan untuk satu orang," kata Supit.
Dulu, kata Supit, DPR tak berpikir bakal ada staf ahli hingga tenaga ahli fraksi. Beban Gedung menjadi bertumpuk. Terlepas dari itu, Supit menyatakan Kementerian Pekerjaan Umum perlu mengaudit Gedung DPR.
"Mestinya memang harus dilihat lagi konstruksinya. Karena kita takut juga kalau itu terjadi sesuatu," tuturnya.
Dia lantas membandingkannya dengan Gedung Kedutaan Besar RI di Jepang yang pernah dinyatakan tak tahan gempa. Daripada merenovasi dengan biaya mahal, lebih baik dibangun gedung baru yang tahan gempa.
Rencana pembangunan Gedung DPR pernah muncul pada tahun 2010 silam. Wacana pembangunan berawal dari laporan Kementerian PU yang menyebutkan bahwa Gedung Nusantara I mengalami kemiringan 7 derajat, meski kemudian Kementerian PU membantah pernah melaporkan hal tersebut.
(dnu/imk)