Alim menggugat Pasal 88 ayat 4 dan Pasal 89 ayat 3 UU Ketenagakerjaan tentang Upah Minimum Regional (UMR). Alim berkeberatan dengan pasal itu karena menimbulkan multitafsir dalam kalimat 'dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi'.
"Menyebabkan penerapan dalam penetapan UMR oleh gubernur menjadi tidak konsisten dan hanya disesuaikan dengan kepentingan/kebutuan sesaat," ujar Alim dalam gugatannya yang dituangkan dalam putusan MK yang dibacakan di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (19/4/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum," demikian putus majelis MK yang dibacakan Ketua MK Arief Hidayat.
MK menjelaskan jika keinginan Alim dikabulkan malah berakibat tidak seimbangnya kepentingan buruh dengan pengusaha. Menurut MK, yang dialami Alim dkk bukanlah masalah norma tetapi masalah persoalan implementasi norma. Namun demikian, MK mengingatkan gubernur dalam menetapkan UMR harus sesuai UU.
"Sebab dengan cara yang demikian, kasus-kasus yang serupa dapat dicegah," ujar majelis dengan suara bulat," ujar MK dengan suara bulat.
Gugatan Alim ini diwarnai gratifikasi rice cooker yang dialamatkan kepada para hakim konstitusi pada 17 Maret 2014. Alhasil, rice cooker itu diserahkan ke KPK. (Baca: GratifikasiΒ Rice CookerΒ dari Bos Maspion, MK: Ini Baru Pertama)
(asp/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini