“Harus diupayakan pada tembakan pertama terpidana itu langsung mati,” kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Tony T Spontana, saat dihubungi, Sabtu (17/1/2015).
Dia menjelaskan, setelah tembakan pertama, dokter akan langsung memeriksa apakah terpidana itu benar-benar sudah mati. “Karena UU pelaksanaan hukuman mati itu dilaksanakan dengan cara ditembak sampai mati, bukan ditembak saja. Untuk memastikan kematian ini, dokter yang memastikan,” ujarnya.
“Mereka mengenakan senjata laras panjang, jumlah satuan regu tembak itu umumnya 12 orang. Dari 12 itu mereka tidak mengetahui apakah senjata mereka itu berisi peluru tajam atau peluru hampa, jadi dari 12 itu hanya 3 yang berisi peluru tajam,” jelas Tony.
Untuk mengeksekusi 6 orang narapidana tersebut, akan diturunkan 6 regu tembak yang berjumlah total 72 orang. Tak semua eksekutor dibekali dengan peluru senjata tajam. Namun mereka akan menembak sekaligus ke arah sasaran.
Para napi akan disejajarkan, bisa dalam posisi berdiri, duduk ataupun berlutut. Matanya ditutup sehelai kain. Setelah itulah para eksekutor yang didatangkan dari satuan Brimob Polda Jateng menembak sasaran tepat di bagian jantung.
“Jika dipandang perlu, terpidana dapat diikat tangan dan kakinya. Begitu juga kain penutup mata si terpidana, boleh saja tidak dipasang kalau terpidana itu tidak mau,” tuturnya.
(ros/erd)