Sofyan menilai Hotasi sebagai Dirut kala itu telah melakukan kebijakan sesuai prosedur termasuk menjalankan prinsip kehati-hatian saat Merpati berencana menyewa 2 pesawat jenis Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 pada tahun 2006
"Dalam kasus Hotasi, tindakan yang dilakukan telah memenuhi syarat akuntabilitas. Selain itu waktu Merpati merasa ditipu, Merpati langsung menggugat. Itu menjalani prinsip akuntabilitas sebab kalau dia (Hotasi) punya konflik kepentingan dia tidak akan berani menggugat ke pengadilan di Amerika," ujar Sofyan yang dihadirkan sebagai ahli meringankan untuk Hotasi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi sewa pesawat Merpati di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/11/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Merpati waktu itu dalam kondisi sulit, karena itu bargaining Merpati lemah. Saat ada tawaran (dari TALG), Hotasi punya judgment bisnis yang bagus oleh karena itu ada cash deposit (security deposit)," terangnya.
Selain itu, Hotasi dinilai telah memegang prinsip kehati-hartian dalam rencana sewa pesawat dengan melakukan uji tuntas (due delligence) untuk menyelidiki pesawat yang akan disewakan perusahaan penyewa (lessor).
"Dia (Hotasi) melakukan due delligence, sebagai dirut telah melakukan tindakan proper. Kalau dia gugat (melalui pengadilan) kemudian kalah, artinya dia tidak melakukan due delligence. Tapi ini putusannya dimenangkan pengadilan," sambungnya.
Sofyan menyebut gagalnya sewa pesawat Merpati karena TALG ingkar janji merupakan resiko bisnis. "Kerugian BUMN disebut kerugian negara kalay ada kesalahan (direksi), tapi kalau tidak ada kesalahan disebutnya resiko bisnis. Kerugian tanpa kesalahan tidak bisa dihukum," ujarnya.
Terkait gagal sewa pesawat ini, Sofyan selaku menteri tidak memberikan teguran atau sanksi administrasi kepada direksi Merpati. Alasannya, gagal sewa pesawat merupakan resiko bisnis yang tidak dapat dihindarkan.
"Merpati sudah menggugat, saya anggap itu sudah resiko bisnis. Waktu itu saya tidak menghukum karena dilakukan secara proper," tutur Sofyan yang kini menjadi staf khusus Wapres Boediono.
Hotasi didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam penyewaan 2 pesawat Boeing di tahun 2006. Hotasi terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun penjara karena dijerat Pasal 2 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31/1999.
Penuntut umum pada Kejaksaan Agung menyebut keputusan Hotasi dan Tony Sudjiarto yang saat itu menjabat General Manager Pengadaan Pesawat PT Merpati menyalahi aturan karena tidak tercantum dalam rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP).
Sementara kerugian keuangan negara terjadi ketika Hotasi menyetujui agar PT Merpati mengeluarkan 1 juta USD sebagai security deposit terkait penyewaan pesawat.
Namun Merpati mengajukan gugatan perdata terhadap TALG karena pesawat yang dijanjikan tak kunjung datang ke Indonesia. Pengadilan di Pengadilan Distrik Columbia, Washington akhirnya memenangkan gugatan Merpati dan menghukum TALG mengembalikan US$ 1 juta.
(fdn/mpr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini