Ketua Komisi Penelitian Pendataan dan Ratifikasi Perusahaan Pers Dewan Pers, Ratna Komala, mengatakan, dari investigasi pertama yang dilakukan, Dewan Pers sudah melacak alamat redaksi dan kontak tabloid 'Indonesia Barokah'.
Hasil sementara penyelidikan Dewan Pers, tidak ditemukan kantor redaksi tersebut. Dewan Pers juga telah mencoba menghubungi nomor telepon yang dicantumkan di tabloid tersebut, tapi tidak ada respons dari pihak tabloid itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian Ratna juga mengatakan tulisan yang disajikan tabloid 'Indonesia Barokah' itu tidak melalui proses peliputan. Artinya, mereka hanya mengambil dari media massa yang sudah beredar lalu membuat kesimpulan dari berita tersebut. Tabloid tersebut juga dinilai memiliki opini yang menghakimi.
"Kesimpulan sementaranya adalah tabloid itu tidak melakukan liputan, jadi nyomot berita yang ada. Di dalamnya ada (konten) liputan khusus, ditemukan opini yang menghakimi, menggiring pembaca untuk memahami bahwa Prabowo sedang menjalankan strategi yang disebutkan 'semprotan kebohongan'. Nah di situ ditulisnya seperti itu, sementara aspek-aspek yang harus dijaga dalam kode etik adalah tidak boleh menghakimi, apalagi kita harus menghormati asas praduga tak bersalah. Mereka juga tidak ada upaya untuk mengkonfirmasi atau mengklarifikasi," jelas Ratna kepada detikcom, Jumat (26/1/2019).
Setelah dicek, nama 'Indonesia Barokah' itu juga tidak ada di data perusahaan pers. Nama-nama pewarta yang tercantum dalam redaksi mereka pun tidak teridentifikasi di data kompetensi wartawan.
"Menurut data Dewan Pers, jelas tidak ada (media 'Indonesia Barokah'), kita sudah mengecek, nggak ada. Dan kita juga kan melakukan verifikasi itu masih ingat bahwa 'Indonesia Barokah' itu tidak ada dan orang-orangnya yang ada di situ, nggak ada satu pun yang ada di daftar kompetensi jurnalis," katanya.
Dia juga mentargetkan Dewan Pers akan mengeluarkan kesimpulan akhir pada pekan depan. Dewan Pers juga selanjutnya akan memanggil pihak BPN kembali untuk menyerahkan seluruh analisisnya.
"Jadi nanti kita panggil lagi pihak pengadu, nanti akan dibuatkan kesimpulan oleh Dewan Pers. Intinya, yang dilakukan Dewan Pers terdiri dari dua pendekatan. Pertama, lacak tabloid untuk sementara bisa disimpulkan bukan media pers, tidak memenuhi sebagai media pers, apalagi ini muncul pada saat pemilu," pungkasnya.
Simak Juga 'Kubu Prabowo Takut 'Indonesia Barokah' Bisa Pengaruhi Pemilih':
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini