Rhenald Kasali: Operasional T3 Ultimate Ditunda, Dampak Negatif Ekonomi Makin Besar

T3 Ultimate Bandara Cengkareng

Rhenald Kasali: Operasional T3 Ultimate Ditunda, Dampak Negatif Ekonomi Makin Besar

Nograhany Widhi K - detikNews
Jumat, 17 Jun 2016 13:53 WIB
Foto: dokumentasi detikFinance
Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menunda operasional Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta sampai memenuhi syarat. Semakin lama ditunda, semakin besar dampak ekonominya.

T3 Ultimate dioperasikan hingga memenuhi syarat tanpa tenggat waktu yang pasti, ini disoroti pakar manajemen Rhenald Kasali. Pasalnya semakin lama menunda operasional, semakin besar pula dampak ekonominya.

"Harus ada exact time (waktu yang persis), semakin cepat semakin baik dan bagus, ekonomi akan bergerak. Banyak vendor sewa tempat, ingin pendapatannya segera kembali. Pariwisata tahun ini juga dirugikan, budaya Indonesia akan ditampilkan, semuanya kerja siang-malam, benar-benar berbulan-bulan dan tidak mudah," tutur Rhenald yang juga Komisaris Utama PT AP II ini saat berbincang dengan detikcom, Jumat (17/6/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Persiapan Terminal 3 Ultimate


Rhenald pun memaparkan sederet halangan yang mesti dilalui PT AP II agar pengerjaan T3 Ultimate bisa dikebut dan diharapkan bisa beroperasi sebelum Lebaran.

"Akhir tahun lalu, ada masalah dolar, rupiah melemah, kontraktor tunda pekerjaan. Ini adalah bencana, dolar bisa akibatkan kerugian, mereka tak mau menanggung, akhirnya nego lagi. Ada masalah bom Paris, setelah bom Paris pemasangan X-Ray ditambah, tadinya hanya di bagian dalam dekat pintu masuk. Di Belgia, bomnya terjadi di bandara, berarti penumpang tak bisa masuk ke dalam, kejadian itu pasang lagi X-Ray di bagian depan, beli lagi," tuturnya.

Penampakan dalam Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta (Foto: Ahmad Masaul Khoiri/detikcom)


Banyak urusan dalam setahun terakhir seperti yang disebutkan itu, lanjut Rhenald, membuat para karyawan AP II bekerja setengah mati memberikan sumbangan agar masyarakat Indonesia bisa mudik Lebaran dengan lebih baik.

"Belum lagi mencari cara bagaimana agar terminal ini tak jadi beban bagi bangsa. Kami bekerja sama ekonomi bisnis, dengan RaiLink untuk kereta bandara. Bisnis kargo selama ini, kargo dikuasai pihak luar yang tak berikan pendapatan pada negara. Parkirnya selama ini ada banyak mafianya, diperbaiki. Setahun ini memotivasi membuat sistem kerja keras agar sebelum Lebaran itu bisa terjadi," paparnya.

Penampakan parkir mobil di T3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta (Foto:


Pihak AP II, lanjutnya, tetap berpandangan positif atas penundaan operasional itu dan tidak mengendurkan kerja keras siang-malam untuk menyelesaikan T3 Ultimate. Kalau Kemenhub memberikan tenggat waktu yang pasti, bukan cuma 'sampai memenuhi syarat', menurut Rhenald itu akan lebih baik. Bila ada kekurangan operasional, Rhenald yakin kekurangan itu bisa dikejar PT AP II dalam hitungan hari.

"Masalah operasional, kemarin misalnya listrik, hari ini dicoba lagi mulai bisa, ada progress. Ada contingency plan begitu, hari ini belum, besok dicek lagi, belum, dicek lagi, poinnya diperbaiki. Kita hidup dalam abad kecepatan," jelas dia.

Penampakan dalam Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno-Hatta (Foto: Ahmad Masaul Khoiri/detikcom)


Apalagi, Terminal 1 dan 2 Bandara Soekarno-Hatta serta Bandara Halim sudah padat pada masa mudik Lebaran, sehingga, imbuhnya, pasti memerlukan tempat. Kemenhub seyogyanya mendukung PT AP II bekerja cepat agar bisa segera dioperasikan, bukan menunda tanpa tenggat waktu 'sampai syarat terpenuhi'.

"Rencana sudah lama, cuma di bandara ini yang terlibat ada yang belum jalankan perannya dengan baik, baru kerja di menit-menit terakhir. Bisa saja 'saya nggak mau ntar saya yang disalahin'. Tapi AP II sudah menyatakan kesiapan secara operasional, misalnya listrik harus dicoba beberapa kali. Jangan sampai ini (penundaan operasional) jadi tempat menyembunyikan perencanaan kurang matang dengan cara menunda, kami itu mau bekerja cepat," tuturnya.

Rhenald lantas membandingkan penundaan operasional PT AP II dengan penundaan peluncuran satelit BRISat. Arianespace yang menunda peluncuran itu menggunakan istilah 'adanya anomali teknis yang sedang diinvestigasi' dan kemudian segera mengumumkan waktu peluncuran yang baru pada hari yang sama. Sedangkan Kemenhub, menggunakan istilah 'belum memenuhi standar' dan tak mengatakan tenggat waktu pasti yang mesti dipenuhi AP II.

"Itulah perbedaannya dilakukan evaluasi oleh swasta, bagaimana mereka bisa bantu cepat. Bisa nggak Pemerintah ini 'Yuk bantu AP II supaya jadi nih, tunggu satu-dua hari'. Bahasa yang digunakan juga penting. Alasan 'belum memenuhi SOP' itu kesannya low quality sekali yah," jelas dia.

Suasana outdoor di Terminal 3 Ultimate (Foto: Ahmad Masaul Khoiri/detikcom)


Masukan yang disampaikan Kemenhub, semua ada solusinya. Seperti radar AirNav yang mestinya jadi November-Desember 2016, bisa disolusikan dengan memakai tower ATC mobile. Bila masalah listrik disebutkan berhenti sampai distribusi, hal itu bisa terjadi di mana saja.

"Meresmikan gedung baru saja bisa begitu. Coba sekali lagi, tambah alat sedikit, satu-dua hari bisa diatasi. Pemerintah bilang perbaiki, kami perbaiki, bukan tunda sebulan-dua bulan, kami kerja hitungan menit perbaiki. Kami lakukan pengorbanan sangat besar, semua energi kami di situ," tuturnya.

Membandingkannya pula dengan Bandara Ngurah Rai baru yang mesti dikebut untuk mengejar peristiwa sidang APEC pada 2013 lalu, Rhenald menilai tingkat kesiapan T3 Ultimate lebih tinggi dibanding Bandara Ngurah Rai saat itu.

"Waktu APEC itu masih berantakan sekali, jika jalan ada triplek di mana-mana, ubin belum dipasang. Seperti itu dipakai. Kalau sekarang kami 99% lebih baik, pada bagian keberangkatan dan pintu tertentu domestik sudah baik dan rencananya dipakai hingga 2 September 2016 untuk memberikan kesempatan pada armada nasional kita, Garuda Indonesia," jelas dia.

(nwk/asy)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads