"Mengabulkan permohonan PT Porta Nigra," kata ketua majelis hakim M Taufik yang diumumkan website resmi MA, Kamis (16/2/2012).
Perkara nomor 2971 K/PDT/2010 adalah perkara perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Putusan yang dibuat pada 23 September 2011 juga dibuat oleh hakim agung Abdul Gani dan Abdul Manan. "Putusan telah dikirim ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat," tambah M. Taufik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Versi Porta Nigra kasus bermula pada tahun 1972-1973. Saat itu Porta Nigra telah melakukan pembebasan tanah seluas 44 ha di Kelurahan Meruya Udik, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, yang sekarang dikenal sebagai Kelurahan Meruya Selatan, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat.
Proses pembebasan tanah diketahui dan disetujui oleh Lurah Meruya Udik waktu itu, Sana bin Sini dan penggantinya, Lurah Asmat bin Siming (1973).
Pada tahun 1974 tanah yang sudah dibebaskan itu dijual kembali oleh oknum bernama Juhri yang mengaku sebagai mandor dan koordinator warga yang bekerja sama dengan Lurah Meruya Udik Asmat bin Siming, kepada Pemda DKI dengan menggunakan surat-surat palsu.
Belakangan Juhri cs pada tahun 1985 divonis 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun dengan janji akan mengembalikan tanah tersebut. Namun sampai tahun 1996 Juhri tidak menepati janjinya. Akhirnya PT Porta Nigra membawa sengketa tanah ini ke ranah hukum. Hingga MA mengeluarkan putusan sita jaminan pada 2001.
Guna melaksanakan eksekusi Porta Nigra mengirimkan permohonan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan dikabulkan pada 9 April 2007. Tetapi rencana eksekusi ini gagal karena banyak pertentangan masyarakat. Akhirnya PT Porta Nigra berdamai dengan warga setempat. Adapun terhadap Pemprov DKI Jakarta, PT Porta Nigra terus melawan dan dikabulkan oleh MA.
"Kalau dengan warga, PT Porta Nigra sepakat damai dan tidak akan mengeksekusi," kata pengacara warga, Fransisca saat dihubungi detikcom, Kamis (16/2/2012).
(asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini