"Biasanya juga ada pisang goreng, bakwan juga ada. Tapi ini tadi ndak sempat goreng," papar perempuan bernama asli Miskinem tersebut.
Meski serba tradisional, jajanan yang dijual Nenek Simis tergolong laris. Bahkan tak sedikit warga desa lain yang sengaja datang untuk menikmati cita rasa 'ndeso' bikinan si nenek empat cucu. Terkadang pula mereka memborong dagangan hingga habis seketika.
Biasanya, lapak Simis dibuka jam 7 pagi. Jika cuaca bersahabat, dagangan habis dalam tempo kurang dari 2 jam. Namun jika hujan turun pembeli yang datang juga berkurang. Tapi jumlahnya tak sebanyak saat cuaca bagus. Akibatnya waktu berjualan pun lebih lama.
"Kadang jam 9 sudah habis. Kadang juga sampai jam 11. Tapi tiap jualan ya pasti habis," ucapnya.
Di usia senjanya Simis mengaku tak banyak berharap mendapat uang dari hasil berjualan. Dia bahkan jarang menghitung laba bersih dari bisnis yang ditekuninya. Yang terpenting dari itu semua, lanjut Simis, adalah kesempatan berinteraksi dengan warga lain.
"Berapapun dapat rezeki harus disyukuri. Tapi yang bikin hati lebih senang karena bisa sering ketemu anak cucu," pungkasnya ditemui detikcom di poskamling tempatnya berjualan.
(sun/bdh)