"Saat ini memang tercatat ada ribuan pernikahan. Dari jumlah itu, 2.100 di antaranya belum dicatatkan karena masih memerlukan syarat-syarat tertentu karena masih di bawah umur," terang Asisten I Setda, Agung Trihandono, saat dihubungi, Senin (10/12/2017).
Masih banyaknya pernikahan yang butuh syarat tertentu itu, kata dia, disebabkan pada saat menikah usia mereka belum memungkinkan mendapat pengesahan secara hukum.
"Sehingga, pernikahan biasanya baru dicatatkan setelah usianya memenuhi ketentuan hukum, yakni berusia 17 tahun," katanya.
Ditambahkan Agung Trihandono, pihaknya mencatat ada sekitar 5.400 pernikahan. 2.100 Di antaranya masih di bawah umur. Artinya, masih ada sekitar 40 persen pernikahan yang berlum dicatatkan.
"Masih banyak warga yang tidak mencatatkan pernikahannya. Karena memang masih di bawah umur tadi. Kalaupun bisa dicatatkan, kan masih perlu syarat dan ketentuan khusus," ujarnya.
Perkawinan di bawah umur itu, tandas Agung, jadi persoalan sosial yang berkembang di masyarakat, terutama di pedesaan. Karena mereka masih menganggap bahwa anak perempuan berusia 15 tahun yang belum menikah artinya tidak laku.
Hal itu bukan hanya persoalan struktural, tapi juga kultur. Oleh sebab itu, pemerintah setempat akan terus melakukan sosialisasi dengan melibatkan para tokoh masyarakat dan tokoh agama. Termasuk melaksanakan sidang isbat nikah terpadu.
Sidang isbat terpadu itu dilakukan dengan melibatkan tiga instansi terkait. Yakni Kantor Kementerian Agama, Dinas Pembardayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DPPPAKB), serta Pengadilan Agama setempat. (fat/fat)











































