"Kita tidak berhadapan dengan teroris atau penjahat. Tapi kita berhadapan dengan warga yang hanya butuh pemahaman dan komunikasi tanpa ada kekerasan," tegas Kasatpol PP Surabaya Irvan kepada detikcom, Selasa (26/1/2016).
Selain itu, mantan Camat Rungkut mengungkapkan arti kata Polisi Pamong Praja. Menurutnya, Pamong diambil dari bahasa Jawa ngemong yang artinya menjaga dan Praja artinya rakyat. Jika digabung artinya menjaga rakyat. "Dengan arti 'menjaga rakyat' kan tidak mungkin harus berhadapan dengan rakyat menggunakan senjata api," tegasnya.
Irvan juga tidak ingin terjadi aksi koboi serta meminimalisir penyalahgunaan. "Surabaya ini sudah kondusif tidak perlu ada aksi koboi koboi-an yang ujung-ujungnya korbannya warga," imbuh Irvan.
Jika dipersenjatai, ungkap Irvan, anggotanya hanya butuh 'body protector' atau pelindung tubuh yang akan berguna ketika ada penertiban dilapangan. "Itupun kita punya pelindung tubuh tapi hanya tameng saja, tidak ada tongkat," lanjutnya.
Satpol PP Surabaya memiliki 500 anggota yang terdiri 350 tenaga honorer dan 150 honorer. Dari jumlah 500, 75 diantaranya anggota perempuan atau biasa disebut Satpoltik yang bertugas meminimalisir dan mengupayakan pendekatan persuasif dilapangan ketika ada penertiban.
Sementara Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Herlina Harsono Njoto juga sepakat agar Satpol PP tidak memerlukan senjata api. "Satpol PP itu tugasnya ada batasannya, tidak perlu dilakukan tembak ditempat. Nanti kalau diberikan malah akan disalahgunakan dan makin menimbulkan masalah," ujarnya saat dihubungi terpisah.
(ze/fat)











































