"Bumbu penyedap tersebut dibuat menggunakan bahan-bahan tak layak. Terdiri dari tepung terigu, garam, serbuk kencur dan serbuk cabai yang sudah kedaluwarsa," kata Kapolres Karawang AKBP Slamet Waloya saat jumpa pers di Mapolres Karawang, Jumat (30/11/2018).
Bahan-bahan itu, kata Slamet, kemudian dicampur dan dikemas dalam bungkus plastik dengan merek 'Bumbu Seblak Cap Ratu'. Setelah memeriksa produsen bumbu itu, terungkap fakta praktik ini telah berlangsung selama satu tahun dengan nilai produksi mencapai puluhan juta rupiah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan pengamatan detik, pabrik bumbu penyedap itu terlihat menjijikan dan tidak higienis. Bau menyengat menusuk hidung sejak dari luar pabrik. Saat ditelusuri, asalnya dari tumpukan karung yang berisi tepung terigu bekas dan berbagai bahan lainnya.
Di pabrik itulah, RMD menimbun bahan - bahan kedaluwarsa untuk diracik menjadi tepung penyedap. Dalam sehari, kata Slamet pabrik itu bisa memproduksi 3 kwintal bumbu.
"Hasil pemeriksaan, bahan - bahan di gudang ini sudah kedaluwarsa. Pemilik sengaja membeli bahan kedaluwarsa yang harganya sangat murah. Terigu misalnya, dia beli Rp 8 ribu per kilogram," ungkap Slamet.
![]() |
Setelah bumbu penyedap kedaluwarsa itu jadi, RMD kemudian menjualnya kepada MK di Cilamaya. Harganya, Rp 8 ribu per kilogram. Di gudang milik MK, bumbu penyedap seblak ini dikemas dalam bungkus plastik ukuran 20 gram. Di gudang itu pula MK mencetak merek 'Bumbu Seblak Cap Ratu'.
"Tidak ada label BPOM di kemasan penyedap ini. Yang bersangkutan (MK) lalu menjualnya ke pedagang di pasar Cilamaya dan Wadas seharga Rp 2 ribu per bungkus," tutur Slamet.
Saat ini, MK dan RMD sedang dalam pemeriksaan intensif. Keduanya berpotensi terjerat Undang - undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. (ern/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini