Revisi UU Penyiaran Harus Atur Merger TV Swasta

Revisi UU Penyiaran Harus Atur Merger TV Swasta

- detikNews
Sabtu, 23 Apr 2011 15:43 WIB
Bandung - Lembaga Kajian Opini Publik (LKOP) menilai persoalan merger TV swasta bermuara pada lemahnya pengaturan dalam UU Penyiaran. Hal itu terlihat dari munculnya polemik seputar rencana merger EMTK dengan Indosiar.

Menurut Koordinator LKOP Leli Qomarulaeli, dari sisi hukum, penggabungan kepemilikan TV swasta diizinkan. UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran hanya membatasi kepemilikan silang dan melarang pemindahtanganan frekuensi.

Sementara PP No 50 Tahun 2005 tentang lembaga penyiaran swasta, kata Leli, mengatur kepemilikan saham di lembaga penyiaran swasta pertama sebesar 100 persen dan saham di lembaga penyiaran kedua sebesar 46 persen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Leli, jumlah saham yang dipindahtangankan antara EMTEK dan Indosiar menjadi saling sengketa. Pihak pro penjualan saham menyebut jumlah saham Indosiar yang
dibeli EMTEK sebesar 27,5 persen. Sementara pihak yang kontra menyebut jumlah 49 persen.

"Bila kita jeli, sebenarnya merger TV Swasta di Indonesia bukanlah hal yang baru. Sebelumnya terjadi pengelompokan kepemilikan televisi swasta nasional sehingga muncul tiga kelompok kepemilikan televisi di Indonesia. MNC Group yang menguasai RCTI, MNC TV (TPI) dan Global TV, Trans Corp yang menguasai Trans TV dan Trans 7, serta Grup Viva yang menguasai ANTV dan TV One," jelas Leli dalam siaran pers yang diterima detikbandung, Sabtu (23/4/2011).

Leli mengatakan, agar polemik merger dan akuisisi TV swasta tidak terulang kembali, perlu diatur secara tegas dalam UU Penyiaran yang sedang direvisi. Nantinya, kata Leli, UU Penyiaran akan mengatur apakah merger di antara TV swasta dilarang atau tidak.

"Jika dilarang pun, perlu penegakan hukum atas aturan tersebut. Artinya proses merger stasiun penyiaran yang telah terjadi sebelumnya juga harus ditinjau ulang," tambah Leli.

Sementara itu, mantan Ketua Pansus UU Penyiaran Paulus Widiyanto mengatakan, lembaga penyiaran swasta juga harus menghormati prinsip keberagaman isi siaran. Hal itu penting untuk menjawab kondisi masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang plural dan beragam.

"Era digitalisasi media memungkinkan adanya lembaga penyedia siaran yang sifatnya tematik. Hal ini akan memudahkan lembaga penyiaran swasta untuk menerapkan prinsip keberagaman isi siaran," jelas Paulus.


(tya/tya)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads