Ilustrasi: Fuad Hasim

Selasa, 29 Maret 2016

Sastrawan Pramoedya Ananta Toer pernah menyatakan, menulis adalah bekerja untuk keabadian. "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah,” tulis dia dalam Khotbah dari Jalan Hidup.

Mungkin berangkat dari situ, Iman Rahman Angga Kusumah alias Kimung tak kenal lelah menuliskan sejarah komunitas musik metal di Ujungberung, Bandung. Semula, nama komunitas di sana Extreme Noise Grinding (ENG), tapi kemudian berganti dan populer dengan sebutan Ujungberung Rebels.

Kimung beruntung, ia berbakat dalam menyanyi dan menulis. Hal ini tak lepas dari peran sang ayah, yang acap kali mengisahkan aneka mitologi Sunda hingga sejarah penemuan berbagai macam hal. Kisah-kisah itu biasa disampaikan saat berangkat menuju masjid untuk salat subuh. "Biar tidak ngantuk tiap jalan ke masjid," kata mantan basis band bergenre hardcore Burgerkill itu saat ditemui detikX di kediamannya, kawasan Cijerah, Bandung, Kamis, 25 Februari. Kisah-kisah itu pulalah yang membuat Kimung tertarik menulis cerita pendek sejak kelas III sekolah dasar.

Ketika menjadi musikus dan bergabung dengan ENG—komunitas metal bawah tanah Ujungberung—bakatnya menulis dimanfaatkan untuk membuat zine atau majalah kecil pada Maret 1995. Namanya Revograms singkatan dari Revolution Programs. Ia bersama vokalis Burgerkill, Ivan "Scumbag" Firmansyah, dan beberapa kawannya menjadi staf redaksi. Revograms menyebar ke mana-mana dengan cepat, hingga Surabaya dan Malang. "Jualnya seharga fotokopian. Kalau enggak mau beli, fotokopi aja sendiri," ujar Kimung.

Extreme Moshpit TV di YouTube ditonton lebih dari 100 ribu kali. Khusus kanal Burgerkill sudah ditonton 3 juta kali."

Dari jaringan Revograms itu pula, terbentuk kongsi dagang pertama komunitas bawah tanah di Indonesia antara Bandung, Surabaya, dan Malang. Sayangnya, kata Kimung, Revograms hanya bertahan sampai 1997. Namun, setelah Revograms tenggelam, penerbitan zine di komunitas Ujungberung semakin menjamur. "Komunitas musik yang paling banyak punya media itu Ujungberung. Tercatat 10 zine di Ujungberung," kata pria kelahiran 28 Februari 1978 itu.

Meski keluar dari Burgerkill pada awal 2000, sarjana sejarah dari Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, Bandung, itu tak meninggalkan komunitas Ujungberung Rebels. Bersama Ivan Firmansyah, Kimung membuat ilustrasi untuk buku Tiga Angka Enam karya vokalis Forgotten, Addy Gembel, pada 2005. "Ivan pun akhirnya terinspirasi menulis sebuah buku mengenai sejarah Burgerkill dan lirik-lirik lagu Burgerkill," ujar Kimung.

Aneka zine komunitas Ujungberung
Foto: dok. pribadi Kimung

Factory outlet khusus kaus underground Ujungberung
Foto: dok. pribadi Kimung

Ivan rencananya yang membuat kerangka, lalu Kimung mengolahnya menjadi narasi. Tapi, karena sakit, dan kemudian meninggal pada 2007, Ivan tak sempat mewujudkan niatnya. Kimung akhirnya melanjutkan cita-cita karibnya itu. Ia menulis buku sejarah Burgerkill sekaligus biografi Ivan berjudul My Self: Scumbag, Beyond Life and Death pada akhir 2007. "Buku itu menjadikan Ivan sebagai tokoh sentral," ujarnya.

Berikutnya, Kimung menulis Memoar Melawan Lupa, Catatan-catatan tentang Insiden Sabtu Kelabu Tragedi AACC, dan Jurnal Karat: Karinding Attacks Ujungberung Rebels pada 2011, lalu Ujungberung Rebels: Panceg Dina Galur (2013). Buku terakhir setebal 896 halaman itu mengisahkan 24 tahun sejarah Ujungberung Rebels.

Tak puas, Kimung menggagas penulisan buku Bandung Bawahtanah. Buku itu akan terbagi menjadi 10 seri bertema Metal, Hardcore, Punk, Hip-Hop, Pop, Musik Elektronik, Rock, Zine, Gigs, dan Merchandise. Penulisannya melibatkan sejumlah anak muda di Bandung. Rencananya, buku itu akan selesai pada Maret 2017.

"Kebutuhan regenerasi. Harus ada anak-anak muda yang bisa menuliskan sejarah komunitas ini," ujar Kimung. Ia tak membebani para penulisnya dengan keahlian khusus. Syaratnya, kata Kimung, hanya konsistensi, punya keberanian menulis, dan senang mendokumentasikan foto, audio, serta video.

Kimung berpendapat salah satu indikator perkembangan sebuah komunitas adalah kemampuan membangun budaya literasi. Hal itu juga sebagai syarat sebuah komunitas dapat bertahan hidup. "Puncak peradaban sebuah komunitas dicapai ketika mereka bisa menuliskan sejarahnya sendiri," kata Kimung. "Kesadaran itu harus sampai ke sana."

* * *

Eben "Burgerkill"
Foto: Refanto Ramadhan

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil saat peluncuran buku Ujungberung Rebels, 22 November 2013
Foto: dok. detikcom

Eben dan Gebeg
Foto: dok. pribadi Eben

Lain lagi dengan Eben, gitaris Burgerkill. Ia memanfaatkan jaringan YouTube sebagai sarana membagi informasi dan berinteraksi melalui kanal Extreme Moshpit TV. Extreme Moshpit TV awalnya berasal dari program radio yang digawangi Eben dan penggebuk drum Ujang "Gebeg" Rahmat di salah satu stasiun radio di Bandung.

Selama delapan tahun menjadi program radio, menurut Eben, Extreme Moshpit masih bisa dikembangkan. "Kalau di radio yang dengar tidak bisa lihat fisik dari rilis baru, packing-nya, art work sampulnya. Gimana caranya agar format radio dengan segala kekurangannya bisa ditutupi," ujar Eben.

Sambutan para metal head atau penggemar musik metal luar biasa. Pelanggan kanal Extreme Moshpit TV di YouTube mencapai 2.500 orang dalam waktu kurang dari enam bulan. Kanal itu juga sudah ditonton lebih dari 100 ribu kali. "Kalau channel-nya Burgerkill sendiri sudah ditonton 3 juta kali. Jadi sebenarnya buat apa kami main di acara televisi. Mending kita ditonton para die hard fans," kata Eben.

Seperti program di radio, Extreme Moshpit TV juga dibawakan oleh Eben dan Gebeg. Ada beberapa program dalam Extreme Moshpit TV, yakni Extreme Moshpit Talkshow, Extreme Moshpit Live, dan Extreme Moshpit Roots. Kehadiran acara ini menginspirasi sejumlah komunitas metal di beberapa kota di Indonesia untuk membuat hal serupa. Eben menilai kehadiran kanal sejenis di berbagai kota itu merupakan sebuah kemajuan bagi komunitas musik metal.

"Kan keren. Jadi, jika kita manggung di kota-kota itu, kita jadi punya banyak alternatif media yang cover," katanya.


Reporter/Penulis: Pasti Liberti Mappapa, Sudrajat
Editor: Sudrajat
Desainer: Fuad Hasim

Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.