Mba Dul Wahab panggilan akrabnya, pada tahun 1957, bersama duta seni lainnya dari seluruh nusantara mengikuti tur kesenian/budaya ke Cekoslovakia, Hongaria, Polandia, dan Rusia serta Mesir. Dia bersama lebih kurang 41 orang rombongan itu berkeliling Eropa selama 3,5 bulan untuk memperkenalkan Indonesia.
ย
"Yang pesilat tapi dulu dinamakan pesenam ada empat orang. Saya, Rosidi, Jumali, dan Suhada seorang anggota CPM dari Bandung. Lainnya adalah kesenian tari," kata Dul Wahab kepada wartawan, Selasa (25/8/2015).
Dia kemudian menceritakan asal mula bisa belajar ilmu silat dari seorang pesilat bernama Ridwan sejak umur 7 tahun. Dia juga berguru kepada beberapa pendekar silat di Yogyakarta lainnya termasuk bela diri asal Tiongkok. Keahliannya di seni pencak silat oleh Walikota Yogyakarta pada masa tahun 1957, yakni (alm) Mr Soedarisman Poerwokoesoemo kemudian diusulkan kepada Presiden Bung Karno untuk mengikuti misi kebudayaan keliling Eropa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mbah Dul Wahab yang tinggal di Kampung Kemetiran Kidul, Keluragan Pringgokusuman, Kecamatan Gedong Tengen Kota Yogyakarta itu dilahirkan di Yogyakarta 2 November 1932. Waktu kecil dipanggil Li Mo Tong atau lima buah tong.
"Saat mau dilahirkan ibu saya geglundungan (kejatuhan-red) lima buah tong. Bukan tong besar tapi tong kecil untuk menyimpan ciu (minuman keras). Saat disusun itu terjatuh," katanya sambil tertawa.
Meski menguasai ilmu silat, dia mengaku selama hidupnya tidak pernah digunakan untuk kelahi. Namun dia pernah mengikuti beberapa kali kejuaraan silat.
"Pencak silat itu tidak untuk kelahi. Itu pesan mbok (ibu-red) saya. Jangan sok minteri (merasa pintar). Eling isih ono sing luwih penter (ingat masih ada yang lebih pandai)," katanya.
Pesan tersebut oleh Dul Wahab benar-benar terus diingatnya. Namun tersebut sempat dilanggarnya ketika bertanding silat. Lawannya saat itu ditendang namun sengaja tidak dirobohkan. Dia hanya menendang beberapa kali mengenai pelipis dan kepala. Akibat perbuatan tersebut, sang guru lawannya marah.
"Saya disantet, tidak bisa turun panggung. Perut dan dada merasa saya. Berobat ke dokter juga dikatakan tidak sakit apa-apa. Namun setelah minta maaf kepada guru tersebut, sakitnya hilang," katanya.
Mengenai perkembangan silat saat ini, Mbah Dul Wahab yangย juga seorang pensiunan Dinas P dan K (Pendidikan dan Kebudayaan) Provinsi DIY itu mengungkapkan sedikit kekecewaannya. Dulu sebelum tahun 1962-an, pencak silat masih merupakan bidang seni. Setelah ada Menteri Pemuda dan Olahraga, pencak silat masuk sebagai cabang olahraga.
Menurutnya saat ini semangat berolah-raganya dalam silat berkurang, karena kaidah-kaidah pencak silat sebagai seni mulai berkurang. Padahal pencak silat itu melingkupi empat hal, olahraga, seni, pembentukan mental, dan prestasi.
"Pencak silat sekarang, sikapnya sudah tarung tinju, karate. Ingin langsung meraih poin dan menang. Padahal dulu pencak silat lebih mengandalkan kelenturan gerakan tubuh," katanya.
Saat ini dia yang telah dikaruniai 6 orang anak, 9 cucu dan 4 cicit dari seorang istri itu dikenal sebagai tokoh kesenian Barongsai dan Naga Liong. Grup barongsai yang didirikan bersama Isakuiki sejak tahun 1991. Kelebihan perkumpulannya terletak pada unsur kelincahan gerakan yang berbasis pada pencak silat, mengandalkan kelenturan tubuh dan permainan senjata.
"Di rumah saya juga membuat topeng dan pesanan kepala Barongsai dan Naga Liong," pungkas dia.
Mbah Dul Wahab rencananya pada hari Sabtu tanggal 29 Agustus 2015 akan memperoleh penghargaan dari kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk bidang seni pencak silat tradisi bersama sejumlah tokoh lainnya di Yogyakarta. (bgs/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini